Sabtu, 13 Agustus 2011

Bismilahirrohmanirrohim... Cumlaude: harga mati!

Ada enaknya ada enggaknya kalo lagi nggak solat. Kaya sekarang, enaknya bisa makan kapanpun dan nerusin pekerjaan apapun walaupun adzan udah berkumandang... Gaenaknya yaaa itu, biasanya solat itu waktu istirahat saya, sekalian refresh otak dan hati :D
Ngomong-ngomong tentang makan... Saya kemarin habis makan sama si kribo, tengah hari bolong di bulan puasa gini. Inspirasi itu bisa datang kapan aja, di mana saja dan dari siapa saja. Saya mengalami hari-hari penuh inspirasi di minggu-minggu ini. Inspirasi ngerjain peta dan inspirasi nulis. Termasuk kemarin, inspirasi baru dalam kasus akademis, kuliah, lulus dan seterusnya.
Inspirasi ini gak lebih sebagai bayangan... Dari hantu masa depan, yang bertransformasi menjadi sebuah impian. Waktu lagi makan kemarin itu kribo cerita kalau IP nya semester ini batal 3,00 karena Teknik Komunikasi Geologinya dapet C. Yeah, dia sangat berharap semester ini gak ngecewain ortunya di tangerang, katanya "delapan smester na, IP gapernah 3 coba" kalau saya bukan temennya, pasti saya udah bilang "SO WHAT?" hahaha Gabisa dongg, walaupun dalam kamus helna, IP bukanlah nilai akhir, tapi tetap aja dicurhatin gitu jadi galau pengen jawab apa.
Lah dia emang suka males kok! Saya bilang ajaaaa (karena saya temennya) "makanya males aja terus biar IP gapernah 3" marah marah dehh, sukur kalo jadi mikir kan yaa?!

Trus saya cerita aja tentang kebiasaan saya kalo lagi males atau frustasi pasti saya larinya ke mama-papa saya. Sms atau telepon, dan pasti saya dapet setruman energi lagi untuk bangkit dari malas! Dan kenapa saya gabisa mengecewakan mama-papa saya dengan menyia-nyiakan kesempatan kuliah ini, selain karena jika saya lulus nanti saya akan jadi sarjana pertama di keluarga saya, juga karena mereka sudah seperti teman dekat saya. Hal-hal kecil tentang taksir-taksiran cowok aja saya ceritain kok mereka... Rasanya gak mungkin banget saya harus 'menghianati' sahabat saya, yang orang itu adalah mama-papa saya sendiri. Lha dia malah cerita kalau Ibu-Bapaknya ya santai aja wong anak-anaknya semua cowok. Lha bukan berarti nyantai itu mereka gak 'berharap' sama kamu lohh ya. Meskipun mereka gak bilang kan tapi tetep aja egois kalau sampe di biayai penuh buat kuliah tapi kitanya malah males-malesan, ya meskipun itu emang kewajiban orangtua, tapi kan sebagai anak juga kita diwajibkan untuk menghormati mereka. Setiap air mata Ibu yang menetes saat berdoa, setiap tetes keringat bapak saat bekerja, itu juga harus kita hargai dan hormati kan?!

Setelah dirumah saya jadi berpikir....
Saya bukan tipe mahasiswa yang mengejar IPK dan hasil akhir. Setiap saya memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi sejak SD sampai sekarang, papah selalu mengatakan, "nilai rapor itu bukan apa-apa, sekolah itu untuk mendewasakan dirimu, bukan menilai diri" Saya sangat setuju dengan kata papa! Benar kok, hanya dengan sekolah tinggi, itu tidak menjadikan seorang manusia pantas dinilai. Nilai itu tidak lahir dari bangku sekolah dan kuliah... Tapi lebih dari itu, maturity, dan sikap. Oleh karena itu, setiap tahap pendidikan bagi saya adalah babak baru dalam belajar, apakah itu akan kita akhiri penilaian atau dengan pemikiran dan sikap yang dewasa (dewasa dekat dengan bijaksana). Saya selalu memilih point kedua. Mengakhirinya dengan sikap seorang yang intelek. Memengang teguh idealisme. Yang saya rasakan sekarang adalah, mungkin ini yang menyebabkan saya adalah siswa-mahasiswa yang biasa-biasa saja... Cukup juara umum satu kali saja, masuk kelas unggulan, terpilih menjadi duta kesenian sekolah dan mewakili sekolah dalam olimpiade biologi yang hanya lolos sampai propinsi, tiga kali juara LKTI yang setelah masuk bangku kuliah minat menulis paper menjadi seperti 'menakutkan'. Ahhh dengan itupun saya sudah cukup senang atas diri saya. Tapi....

Tapi saya merasa papa-mama saya berhak untuk mendapatkan lebih dari keceriaan itu. Dulu waktu masi TQA dan TPA, siapa yang nggak tau Anna (nama kecil saya) yang juara lomba puisi dimana-mana! Nggak sampe nasional sih, soalnya umurnya belum 9 tahun waktu itu. Dan sekarang? Saya seperti mahasiswa biasa. Oke saya tahu akan ada yang mengutuk saya karena menulis ini. Seorang mahasiswa tidak pernah menjadi 'biasa saja' dan iyaaaaa... itu bagi siapa yang sadar dan berjuang untuk itu. Bagi saya, di mana saya berada sekarang, saya adalah jauhhh dari saya yang dulu. Dengan semua idealisme yang perlahan menurun grafiknya. Saya masih tidak merasa bersalah akan itu, sebab saya masih dalam paradigma bahwa 'nilai' dan hasil akhir tidak lebih penting dari proses. Kemudian seseorang memberitahu saya bahwa bagaimana kamu dapat melihat proses itu berjalan lancar atau tidak jika bukan dari hasilnya. Memang Newton adalah seorang ilmuan yang pandai berbahasa hati! Hahaha

Saya begitu suka dengan hukum Newton tentang gerak yang menjadi dasar dari mekanika klasik. Bagi saya fisika itu nyata. Senyata hidup itu sendiri. Hukum-hukum dalam fisika itu sangat filsafat sekali di kehidupan manusia... Ini contoh yang paling saya sukai.
Hukum gerak Newton:
1. Setiap benda akan memiliki kecepatan yang konstan kecuali ada gaya yang resultannya tidak nol bekerja pada benda tersebut. Seperti manusia, Motionless then u get nothing. Jika manusia tidak melakukan apa-apa niscaya tidak ada yang dia dapatkan...

2. Sebuah benda dengan massa M mengalami gaya resultan sebesar F akan mengalami percepatan a yang arahnya sama dengan arah gaya, dan besarnya berbanding lurus terhadap F dan berbanding terbalik terhadap M, atau F=Ma.
Kalo menurut saya, artinya adalah kita akan mendapatkan hasil yang nilainya sama tergantung dari usaha kita masing-masing! :D Hasil = Proses dikalikan dengan doa. (Kalo kata saya...)

3. Jika suatu benda mengerjakan gaya pada benda kedua maka benda kedua tersebut mengerjakan juga gaya pada benda pertama, yang besar gayanya = gaya yang diterima tetapi berlawanan arah. Yapp... Setiap perbuatan apapun di dunia ini, pasti akan mendapatkan balsannya yang setimpal. Sesuai dengan janji Allah dalam Qur'an surat Az-Zalzalah(99) ayat 7-8.
“Barang siapa berbuat kebajikan walau sebiji zarah, dia akan mendapatkan balasannya. Dan barang siapa yang berbuat keburukan walau sebiji zarah, dia akan melihatnya pula.”

Tuh kannn....
Sejak saat itu juga, mungkin terlalu naif... Tapi tidak ada yang salah dengan niat untuk memberikan kado kelulusan untuk mama-papa dengan tidak berlama-lama menunggu yudisium saat upacara wisuda, dengan cara mendapatkan hasil cumlaude. IPK saya masih jauh dari cumlaude, tapi kembali lagi pada niatnya, bukan untuk mengejar pencitraan dan nilai... InsyaAllah hanya sebagai penghargaan atas usaha mereka menyekolahkan puteri bungsunya, dirantau, dengan segala cobaan sakit saya setahun yang menelan biaya tidak sedikit, resiko gagal mendidik karena dirantau adalah bebas sebagai anak yang mandiri untuk menjadi sarjana pertama di keluarga. Ya.. Kado untuk mama-papaku yang juara satu! Saya niatkan dengan menyebut nama Tuhanku yang Maha Mengabulkan Doa hambanya... Bismillahirrohmanirrohim... Cumlaude: harga mati!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar