Karena begitu banyak Pemuda-pemudi, Ibu-ibu, Bapak-bapak, anak-anak sekolah sampai anak-anak alay yang Update status dan ngeblog tentang kemerdekaan dengan kata-kata 'super' mereka masing-masing saya jadi tercolek untuk juga berpendapat tentang kemerdekaan Negeri saya tercinta ini. Semoga tidak hanya menyumbangkan (pendapat) wacana karena Negeri ini sudah terlalu handal dalam berwacana sampai-sampai hampir semua nama mading di sekolah-sekolah SMA yang saya tahu terinspirasi dari sana, namaya "bla bla bla wacana" hahaha! Maaf lebay.
Baiklah, mungkin yang pertama adalah saya tidak ingin munafik dengan tidak mengakui ke-skeptis-an saya terhadap (pemerintah) Indonesia, tapi lebih munafik lagi kalau saya hanya skeptis pada mereka. Jauh di dalam lubuk hati saya sebagai seorang mahasiswa, saya merasa prihatin dengan mereka. Bagaimana tidak, mereka (baca: pemerintah dan media masa) berlomba-lomba untuk membagikan hal-hal yang membuat momok Negeri ini jadi terlihat jelas di mata rakyatnya. Selain mebuat kami (rakyat) menjadi bingung, kehadiran perseteruan yang makin marak sekarang-sekarang ini juga menimbulkan efek samping yang begitu berbahaya. Kalo menurut saya, dengan begini seolah-olah mereka (baca: pemerintah dan media masa) mengajarkan rakyat supaya saling membenci satu sama lain, mengajarkan saling membuka aib di sisi manapun tanpa terkecuali. Transparansi yang kebobolan. Kebebasan jurnalisme yang aneh....
Meskipun saya akui, itu banyak memberikan saya cambukan supaya segera bebenah diri untuk kemudian mengabdi pada Indonesia! Bukannya ingin dibilang intelek dan 'mahasiswa banget' dengan banyak mengupdate berita dari televisi dan koran, saya sih biasa aja. Malah untuk menjadi freak menonton berita setiap pagi, siang dan malam? Tidak! Saya sekarang jadi tambah malas mengikuti berita semacam itu, saya lebih berpaling membaca blognya para blogger setiap pagi dan malam daripada melihat berita yang isinya kesakitan, dan pergunjingan harta Indonesia yang nggak kunjung selesai. Seperti kata Pakdhe Rovicky di Dongeng Geologi, setidaknya blogger masih meniupkan angin positive-nya karena tulisan-tulisan mereka berbau cita-cita dan optimisme, ya nggak Pakdhe?
Berbicara tentang optimisme, itu mungkin yang tidak banyak dimiliki oleh pemerintah kita saat ini. (Kenapa fokus saya kepada pemerintah ya karena disinilah figur pemimpin bangsa divisualisasikan. Tidak mungkin juga kita berbicara kebangkrutan Indonesia dan berfokus pada para pedagang di pasar. Apa sangkut-paut mereka dengan kebijakan yang membuat ekonomi Bangsa geger? Ya kannn...) Kembali pada optimisme, banyak yang saya maksud adalah dalam segi kualitas dan kuantitas. Dalam diri seorang pejabat-pemerintah haruslah dia memiliki optimisme bahwa negeri ini akan lebih bangkit lagi dari sekarang, bukan akan bangkit kalau menurut saya sih. Bedakan antara dua kalimat itu, "lebih bangkit lagi" mengandung makna bahwa dia positive thinking pada pendahulunya yang juga telah menjalankan pemerintahan di Negeri yang saat ini (akan) dia pegang. Ini berarti ada alih kepemimpinan. Sedangkan kalimat kedua "akan bangkit" bermakna menyudutkan pihak pemerintah sebelumya karena anggapannya Negeri ini tidak 'diurusi' dengan baik oleh pendahulunya. Jika positive thinking dan optimisme ini sudah ada dalam diri pemimpin kita, lantas seberapa banyak? Banyaknya pemimpin kita yang positive thinking dan optimis, juga berapa % positive thinking dan optimisme yang dimiliki masing-masing individunya?
Merdeka, adalah sesuatu. Sesuatu yang membuat saya tidak bisa tidur nyenyak membayangkan semakin banyak teman-teman saya berjuang mati-matian untuk mendapatkan pekerjaan di B**tish Petroleum. Sesuatu yang membuat Ibu saya di PHK dari pekerjaannya beberapa tahun yang lalu disaat saya dirawat dirumah sakit karena TBC dan beberapa bulan kemudian Ayah saya juga terancam mendapat perlakuan yang sama dari sebuah PT Tekstil yang namanya sangat besar di Indonesia bahkan Amerika sana. Sesuatu yang membuat kuliah seperti kacang goreng yang dijual di gedung-gedung pencakar langit Jakarta sampai ruko-ruko pinggir jalan tapi harganya sangat mahal. Sesuatu yang membuat kota Bandung-ku tercinta selalu dipenuhi Ibu-ibu dan remaja puteri berbelanja di King's dan factory-factory outlet bonafit sekalipun tanggal tua, sekalipun jalanan macet dipenuhi mobil pelat B, sekalipun lahan parkir semakin sempit dan semakin mahal. Ini merdeka! Atau ini merdeka?
Bagiku, Ma, Pa... Merdeka adalah ketika tiba saatnya kalian tidak perlu khawatir lagi soal di manapun puterimu ini menuntut ilmu karena sekolah-sekolah di Indonesia sudah bukan sesuatu seperti kacang goreng yang dijual di gedung-gedung megah. Bagiku merdeka adalah tidak peduli siapapun kalian, Ma, Pa saya bisa mendapat pengakuan dan perlakuan yang sama dengan anak menteri di sekolah saya. Bagi saya merdeka adalah saya bisa menulis apapun di blog saya, main gitar lagu-lagu Endah N Rhesa dan makan es krim tanpa khawatir teman-teman saya akan mengejek saya kalau cita-cita saya setelah lulus dari Geologi FT Undip adalah menjadi seorang Chef, dan seorang Guru, bukan pegawai B**tish Petroleum!
Terimakasih........................................... INDONESIAKU. Aku (sangat) bangga menjadi Indonesia!