Kamu tidak perlu tau masalahku sebenarnya apa..
Tak perlu tau juga alasannya apa. Karena pada saat saya memutuskan semuanya yang terjadi atas diri saya dan kamu, saya sendiri tidak tau apa-apa. Baiklah...
Biarkan saja apa yang ku tulis kemarin menjadi peganganmu. Alasan-alasanku yang bagimu masuk akal untuk melakukan semua. Dan dari sana, izinkan saya untuk mengambil satu kesimpulan, satu saja: bahwa kamu tidak tau apa2 tentang saya. Tidak dengan apa di pikiran saya. Kenyataan yang saya hadapi, sampai perasaan saya sebenarnya berbentuk apa.
Biarlah, kau menyebut itu semua alasan. Kau akan mengingat itu seutuhnya, sebagai alasan. Dan saya? Saya akan tetap pada jalur saya sendiri...
Kalau kau tau. Saat itu ingin rasanya saya berubah pikiran...
Bahwa saya ingin melihatmu memperjuangkanku. Lagi. Tapi tidak! Kamu menilai semua ucapanku dengan perasaanmu yang--saya tidak tau, seharusnya kamu bisa belajar banyak dari teman2 perempuanmu itu, mereka perempuan kan? Dan merasakan hal yang sama seperti saya mungkin!--saya sendiri tidak melihatnya pada laki2 yang saya kenal--setidaknya sebelum kamu--yang saya harapkan: kamu memperjuangkanku. Terlebih dahulu. Dan menganggap ucapanku hanya ego sesaat, kamu datang padaku dan memintaku mengubah pikiranku. Well, itu jauh lebih sepadan dibandingkan dengan pesan2 singkatmu yang menyanjungku setinggi langit, memintaku mengertimu, hingga saya merasa--muak--bosan.
Dan kamu memang sama sekali TIDAK mengerti saya.
Jika kamu sayang, dan masih ingin saya bersamamu--dengan atau tanpa status--kamu akan ada bersama saya ketika saya lengah.
Jika memang sayang itu mengcover semuanya,
kamu akan mengambilku kembali, reach me out from this fucking selfish shit life! But, you just ooh! You just didn't do anything. And that's prove me NOTHING. Nothing to change!
Dan saya tidak menyesal. Seperti katamu: saya belajar.
Ya, saya belajar. Bahwa diam adalah trade mark saya. Kadang diam saya tidak menghasilkan apapun. Bahkan tidak cukup untuk meneduhkan hati seseorang. Crap!
Mungkin saya harus lebih banyak bicara. Utarakan apa yang saya mau. Tapi itu bukan saya! Sangat tidak saya. Dan saya tidak bisa tidak menjadi saya.
Saya ingin sendiri.
Menjalani hidup saya yang--silakan isi sendiri--begitu berwarna. Kali ini tidak ada cukup ruang lagi, tidak ada cukup waktu lagi, karena saya sudah memenuhinya dengan diri saya sendiri. Tidak ada lagi yang perlu diubah.
Saya kira kamu akan mengerti. Tapi ternyata tidak. Tidak...
Kamu, terlalu cepat mengambil kesimpulan atasku. Dan sekarang, sudah terlambat untuk mengubah semuanya. Saya sudah tidak ingin! Begitu sulit saya bercerita tentang diri saya, dan setelah saya bercerita, disimpulkan dengan mudahnya. Tanpa komentar. Tanpa sela, tanpa sesi diskusi dan tanya jawab. Dan, end!
--Aa gausah ke bdg aja. Teteh gabisa lagi! Maaf.--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar