Minggu, 02 Desember 2012

Hipotesis

Assalammualaikum...
Sudah lama gak nulis di blogspot. Karena punya blog di stasiun lain dan blog harian berjudul 'skripsi' di laptop jadi blog yang ini agak gak keurus ya... Alesan :p
Ternyata setelah lama gak buka blogspot fitur-fiturnya banyak yang berubah yaa? But anyway, hidup saya nggak banyak berubah, dari segi aktivitas maupun pola pikir. Pola pikir yang mengalami degradasi, lebih tepatnya. Dulu waktu masih jadi pengurus himpunan kayaknya sering banget diskusi tentang karakter dan bagaimana cara membangunnya... Yang jadi masalah sekarang adalah saya sendiri lupa bagaimana membangun kembali karakter yang semakin lama semakin memudar... Ehm misalnya karakter idealis seorang mahasiswa? Dulu kami menggaris bawahi dua kemungkinan mengapa karakter 'kemahasiswa-geologi-an' di jurusan kami susah untuk dibangun, penjilatan dan pembunuhan karakter. Penjilatan misalnya adalah menghasut kakak tingkat agar tidak terlihat terlalu bersalah. Pembunuhan karakter misalnya menutupi karakter sesama demi terciptanya karakter baru yang sama sekali tidak diharapkan. definisi ini perlahan terkikis dengan sendiri, mulanya mungkin karena kurangnya rasa memiliki terhadap apa yang kami sebut dengan karakter, berikutnya adalah kurangnya transfer idealisme dan diakhiri dengan kehilangan jati diri.
Tapi ternyata yang ingin saya tulis saat ini bukan mengenai kesalahan melestarikan jati diri... Karena saya sendiri sedang krisis jati diri. Jati diri sebagai mahasiswa tingkat akhir (lebih dikit), sebagai teman, anak dan anggota keluarga. Ooh mungkin masalah pertama dan terakhir yang perlu di garis bawahi.

Hidup itu keras!
Iya keras, seperti saya keras kepala. Sebenarnya kalau mengenai keras kepala yang sudah saya miliki sejak beberapa hari setelah saya lahir, saya memiliki dua hipotesis. Yang pertama tentu saya genetik, nggak usah diperdebatkan yang mana dari mama atau papa yang memberi saya gen keras kepala, dari 10 tahun pisah ranjang saja sudah bisa ditebak. Yang kedua adalah perkara nama, Fermi diambil dari unsur nomor atom 100 Fm (fermium), kalo nggak salah itu termasuk salah satu unsur radio aktif. Ada hubungannya nggak sih sama keras? Gatau juga yah, selama kuliah di geologi saya belum pernah nemu referensi tentang unsur itu ditemukan di mineral macam apa di batuan apa. Emang saya juga nggak begitu interest sih sama nama ini... Just a name anyway... Iya hidup itu keras, banget. Kadang untuk mencari alasannya pun kita gak perlu. Ngapain sih nyari-nyari alasannya? Yang saya tahu, sebelum saya sadar saya sudah dewasa saya sudah tidak bisa merasakan apa yang disebutkan orang seperti di sinetron. Whatever semua orang bilang 'santai' kenyataannya hidup saya nggak pernah se-santai yang bisa mereka bilang. Pengalihan demi pengalihan sudah saya lakukan, mungkin gak sampai se-ekstrim anak-anak nakal pada umumnya. Tapi kalau dibilang saya anak baik sih ya nggak juga ah...

Ingin menyerah? Sering.
Nyalahin orang lain? Gak bisa.
Kabur? Udah, tapi nggak berhasil.
Gak ngambil pusing? Udah juga, tapi nggak berhasil juga.
Ujung-ujungnya saya selalu mentok pada keharusan seorang anak untuk patuh dan berbakti sama orang tua. Ujung-ujungnya saya selalu menyerah pada pilihan saya sendiri, dengan sebuah harapan yang ingin saya lihat sebelum saya atau mereka pergi dari dunia ini. Mungkin juga nggak, mungkin juga saya cuma ingin mengembalikan zona nyaman saya. Mungkin juga karena mungkin juga adalah satu-satunya jalan keluar. Jalan keluar dari kebuntuan... Yang saya lihat di sinetron-sinetron, Ayah itu pulang kantor jam 5 sore. Yang saya lihat kalau Ayah dan Ibu bertengkar hebat pasti terjadi sesuatu dengan mereka, mereka bermasalah. Itu yang sinetron ajarkan pada saya. Ya, saya berputar-putar pada kenangan itu. Sampai suatu saat setelah perang dunia rumah tangga pecah dirumah saya ingat pernah berdoa pada Allah "silakan ambil apa saja dari saya asalkan mama dan papa kaya dulu lagi" Allah menjawab beberapa tahun kemudian saya divonis MDR TB dan harus berhenti kuliah 1 tahun. Allah mengambil waktu produktif saya sebagai manusia selama 1 tahun... Dan saya melihat (kepura-puraan) rumah tangga yang seperti dulu, damai. Setelah saya sembuh, damainya pun hilang. Allah sedang mengajarkan saya sesuatu... 
Terus menerus saya berusaha untuk membuat apa yang diajarkan sinetron-sinetron tahun 90'an itu jadi kenyataan, iya saya hidup dalam khayalan tingkat tinggi saya. Haaaahhhhh lalu setelah berputar-putar di khayalan tingkat tinggi saya, akhirnya saya selalu tersadar lagi bahwa saya dan mereka punya hidup masing-masing, meskipun kami terhubung tapi saya tidak bisa memaksa mereka menyembuhkan trauma saya terhadap kalimat-kalimat negatif yang selalu saya dengar setiap hari, saya tidak bisa memaksa mereka memenuhi permintaan saya untuk bersama-sama hidup seperti sinetron-sinetron tahun 90'an itu. Banyak anak-anak lain yang berdoa untuk hidup seperti saya, makan 3x sehari, bisa sekolah, kuliah, terus masih pantas kamu mengeluh? ENGGAK.

Pada siapa saya meminta bantuan lagi kalau bukan Allah?
Apakah Allah bosan mendengar saya meminta bantuan Nya? Tidak mungkin. Mungkin saya lah yang bosan meminta bantuan Nya... Mungkin setelah selama ini saya mencoba, saya lah yang perlahan mengikis khayalan tingkat tinggi saya. Mungkin inilah yang disebut krisis jati diri, bukan pembunuhan karakter, tapi self character killer. Ya, waktu. Ternyata katastropis yang mengubah bentuk bumi secara tiba-tiba dan uniformitarisme yang berlangsung perlahan dalam waktu yang sangat lama pun variabel pengontrolnya adalah waktu. Akankah waktu bisa menjawab? Mungkin iya, mungkin tidak. Saya juga punya dua hipotesis untuk apa yang harus saya lakukan sekarang dan seterusnya...
1. Berhenti berpikir bahwa kamu dapat mengembalikan waktu, berdoalah semoga kamu memiliki keluarga sendiri yang lebih baik di masa depan
2. Teruskan hidupmu, susah-senang, jelek-bagus bukan untuk mereka, tapi untuk dirimu sendiri. DIRIMU SENDIRI...


Buat mama dan papa,
ana selalu sayang kalian, paling sayang kalian!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar